Asmarandana Ngagurit Kaburu Burit : Pengalaman Didaktis Kepesantrenan Haji Hasan Mustapa (1852-1930)

Authors

  • Jajang A. Rohmana UIN Sunan Gunung Djati, Bandung

DOI:

https://doi.org/10.37014/jumantara.v4i2.377

Keywords:

Haji Hasan Mustapa, Naskah, Nasihat didaktis, Pesantren Sunda, Dangding, Manuskrip

Abstract

Jaringan pesantren memiliki peran besar dalam proses Islamisasi di tatar Sunda yang terhubung dengan tradisi keilmuan Islam Nusantara. Melalui lembaga ini identitas Islam Nusantara terikat kuat dalam bingkai kosmopolitanisme peradaban pesantren. Naskah Asmarandana Ngagurit Kaburu Burit (Or. 7876) merupakan puisi didaktis Mustapa yang menunjukkan kuatnya budaya pesantren dalam membentuk kepribadiannya. Karya pujangga Sunda terbesar ini berisi pengalaman dirinya sebagai santri kelana di beberapa pesantren Sunda yang dituangkan ke dalam bentuk sastra lokal Sunda (dangding). Sebuah bentuk lain dari sastra pesantren seputar pengalaman didaktis sufistik dalam memburu kesejatian diri. Di pesantren, Mustapa diajarkan mengikuti perintah Al-Qur’an, Nabi dan para ulama tanpa banyak tingkah. Kendati pengajarannya cenderung santai dan wajar (sesembén pamemedén), tetapi hasilnya bisa dirasakan. Mustapa merasakannya saat ia terus bertekad mencari kesempurnaan batin (susulukan) dan berhasil terwujud di masa tua, yakni sebuah masa ketika ia menyusun puisi yang disebutnya terlalu kesorean (ngagurit kaburu burit). Nasihat didaktis Mustapa kiranya signifikan tidak saja mengungkap nasihat didaktisnya dalam bingkai kesadaran sufistik alam kesundaan, tetapi juga semakin memperjelas posisi dirinya sebagai ulama yang tidak pernah kehilangan kesadaran akan besarnya pengaruh tradisi pesantren dalam kehidupannya (bayangan santri kobongan).

Downloads

Published

2019-08-12

Issue

Section

Articles