Menelusuri Jejak Cerita Rama Dalam Serat Pustakaraja Karya Pujangga R. Ng. Ranggawarsita
DOI:
https://doi.org/10.37014/jumantara.v3i1.448Keywords:
Kakawin Ramayana, Serat Pustakaraja, Serat Rukmawati, Serat Suktinawyasa, Serat Prabu Gendrayana, Serat Purusangkara, Serat MayangkaraAbstract
Jejak cerita Rama dalam Serat Pustakaraja diantaranya terdapat dalam Serat Rukmawati, Serat Suktinawyasa, Serat Prabu Gendrayana, Serat Purusangkara maupun Serat Mayangkara. Dalam Serat Rukmawati dikemukakan tentang peristiwa ritual agung Aswameda yang diselenggarakan oleh Prabu Dasarata, Raja Ayodya dalam rangka memohon kelahiran putra yang menjadi penjelmaan Sang Hyang Wisnu. Ritual agung Aswameda tersebut diselenggarakan di hutan Madura dekat sungai Sarayu (Gangga), tempat keberadaan "Jamur Dipa", penjelmaan Resi Anggira (Maharsi Paspa). Ritual tersebut disaksikan oleh para raja sekutu Prabu Dasarata serta dihadiri oleh Prabu Basurata dari Wiratha. Dari ritual agung Aswameda tersebut kemudian lahirlah putra-putra Prabu Dasarata antara lain: Rama, Laksmana, Barata dan Satrugna, sedangkan putra Prabu Basurata yang lahir bernama Raden Brahmaneka. Dalam Serat Suktinawyasa jejak cerita Rama terdapat dalam cerita yang disampaikan Dhang Hyang Wiku Salya kepada Resi Abyasa, mengenai kisah hidup Prabu Ramawijaya ketika dicopot dari tahta serta harus meninggalkan istana Ayodya untuk pergi ke hutan belantara bersama Dewi Sinta, istrinya, serta adiknya Laksmana, sampai Dewi Sinta diculik dan dibawa lari oleh Prabu Dasamuka ke Alengka. Cerita tersebut dikemukakan Dhang Hyang Wiku Salya dalam rangka untuk menghibur agar Resi Abyasa tidak terlalu bersedih hati karena sepeninggal ayahan-danya (Resi Palasara) ia tidak ditunjuk untuk menggantikan kedudukan ayahandanya sebagai raja melainkan hanya diangkat sebagai raja pendeta. Dalam Serat Prabu Gendrayana, jejak cerita Rama dikemukakan oleh Bagawan Danèswara kepada Prabu Gendrayana, bahwa Batara Ramawijaya sewaktu muda (8 tahun) sudah dibawa Bagawan Sutiknayogi ke Gunung Dhandhaka untuk diadu dengan para raksasa bala tentara Rahwana (Dasamuka), yang merusak pertapaan. Cerita tersebut diungkapkan Bagawan Danèswara agar Prabu Gendrayana merelakan putranya yaitu Raden Narayana (Jayabhaya) untuk diminta bantuannya melenyapkan segala jenis hama tanaman (yang dilindungi para Dewa), yang merusak segenap sawah dan ladang penduduk di wilayah Gunung Nilandusa (Wilis). Dalam Serat Purusangkara maupun Serat Mayangkara jejak cerita Rama tampak pada penampilan Sang Maharsi Mayangkara (Anoman, Hanuman). Dalam kedua Serat tersebut dikisahkan peran Sang Maharsi Mayangkara yang mendapat tugas Bathara Guru untuk menjalin kembali kerukunan di antara keturunan Prabu Jayapurusa (Jayabhaya) dengan keturunan Prabu Sariwahana, lewat perka-winan putra-putri mereka. Mereka antara lain: Dèwi Pramèsthi dengan Prabu Astradarma (Purusangkara), Dèwi Pramuni dengan Radèn Darmasarana, dan Dèwi Sasanti dengan Radèn Darmakusuma. Dalam kedua cerita tersebut Sang Maharsi Mayangkara akhirnya gugur dalam pertempurannya yang dahsyat melawan Prabu Yaksadewa (penjelmaan Sang Hyang Kala) yang bersenjatakan gada (penjelmaan Sang Hyang Brahma).Downloads
Published
2019-08-12
Issue
Section
Articles
License
- This statement is the author's commitment to respect copyright, both in terms of citing other people's work and utilizing journal content. If necessary, the author can send an Authenticity Statement of Article stating that "this work is the author's original idea and has never been sent to another publisher and published in any publication"
- The author retains copyright.
- The moral rights of publication belong to the author.
- Formal legal aspects in the use of journal publications refer to the Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 (CC BY-SA) license, which means that journal content can be used freely for any purpose.