Meretas Kebuntuan Profesi Pustakawan Indonesia

Authors

  • Kalarensi Naibaho Universitas Indonesia

DOI:

https://doi.org/10.37014/medpus.v18i1.807

Keywords:

pustakawan, profesi

Abstract

Profesi pustakawan sering menimbulkan polemik di tengah masyarakat, bahkan di kalangan pustakawan sendiri. Tak banyak orang yang mengenal dan mengetahui siapa itu pustakawan dan apa pekerjaannya. Masyarakat umumnya tahu bahwa di perpustakaan ada pekerja yang memberikan layanan informasi, namun seringkali mereka tidak tahu siapakah yang disebut pustakawan itu. Bahkan mendengar kata ‘pustakawan’ saja pun mungkin jarang. Hal ini mudah sekali diketahui, tanyakanlah kepada masyarakat umum: â€siapakah yang bekerja di perpustakaan?†Hampir dapat dipastikan, jawabannya adalah: â€petugas perpustakaan, atau karyawan.†Atau coba tanyakan kepada anak-anak yang masih kecil: ’kalau sudah besar, kamu mau jadi apa?’ Seringkah atau pernahkah Anda mendengar ada anak yang menjawab: â€aku mau jadi pustakawan!†Jawaban yang lazim terdengar adalah: â€aku mau jadi dokter, pilot, pramugari, presiden, guru, artis.†Menjadi pustakawan memang tidak mudah. Selain tidak populer, pekerjaan ini juga ditengarai tidak menjamin kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik. Berbeda jauh dari profesi dokter misalnya. Seorang dokter, sekalipun sedang menganggur, tapi apresiasi masyarakat terhadap profesinya tak pernah surut. Mendengar kata: â€dia itu dokter lhoâ€, rasanya orang sudah hormat padanya. Artinya, status sosial seorang dokter, sekalipun dalam kondisi tidak berpenghasilan, tetap lebih layak dan lebih terhormat. Lalu jika dibandingkan dengan profesi guru pun, pustakawan tetap kalah populer. Guru, sekalipun dianggap profesi yang tidak menjamin kehidupan ekonomi yang lebih baik, tapi di mata masyarakat tetap memiliki kesan tersendiri. Masyarakat hormat pada guru. Bahkan menyebutnya sebagai ’pahlawan tanpa tanda jasa’. Banyak juga penghormatan simbolis yang ditujukan kepada guru, seperti hari guru, lagu-lagu untuk guru, dan kata-kata mutiara tentang guru. Pustakawan? Masih jarang terdengar hal-hal seperti itu. (Red: di lingkungan Pustakawan sudah ada Mars Pustakawan, Hari Perpustakaan, Hari kunjung Perpustakaan, Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca, dan Duta Baca). Lalu, di mana sebetulnya letak persoalannya? Mengapa profesi pustakawan tidak sepopuler profesi lain yang notabene sama-sama memberikan layanan kepada masyarakat? Apa yang harus dilakukan oleh pustakawan untuk mendapat pengakuan dari masyarakat bahwa mereka eksis?

References

enge, Ronald C. 1972. Libraries and Cultural Change. USA : The Shoe String Press.

Goode, William J. 1996. The Librarian: from Occupation to Profession: Teachers, Nurse, Social Worker. New York : The Free Press.

Kast, Fremont E. 1990. Organisasi dan Manajemen. Jakarta : Bumi Aksara.

Pendit, Putu Laxman. 1991. Kelompok Profesional atau Gerombolan Tukang? Majalah Perpustakaan & Informasi, 1(1): 3-5.

Steers, Richard M. and Porter, Lyman W. 1991. Motivation and Work Behavior. New York: McGraw-Hill.

Sudarsono, Blasius. 1994. Peran Pustakawan dalam Pembangunan Nasional Indonesia. Majalah Ikatan Pustakawan Indonesia. Vol. 16, Nomor 1-2.

Sulistyo-Basuki. 1991. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta : Gramedia.

Tjitropranoto, Prabowo. 1995. Kriteria Sumber Daya Manusia di Perpustakaan. Jurnal Perpustakaan Pertanian. Vol. IV (2).

Wirawan. 1996. Profesi Pustakawan Indonesia dalam Era Globalisasi. Makalah pada Semiloka Perpustakaan Lembaga Pendidikan Tinggi Swasta 11-14 Nopember 1996 di Jakarta.

Downloads

Published

2020-03-24

How to Cite

Naibaho, K. (2020). Meretas Kebuntuan Profesi Pustakawan Indonesia. Media Pustakawan, 18(1), 24–29. https://doi.org/10.37014/medpus.v18i1.807

Issue

Section

Articles