Membangun Kegiatan Literasi Melalui Komunitas: Upaya Pustakawan Bergerak dengan Program Go-Read
DOI:
https://doi.org/10.37014/medpus.v25i3.219Keywords:
pustakawan bergerak, literasi, komunitas, go readAbstract
Hasil survey dan kajian tentang minat baca di Indonesia yang belum memuaskan mendorong berbagai pihak baik dari pemerintah maupun masyarakat untuk memasyarakatkan minat baca. Pemerintah dalam hal ini Perpustakaan Nasional RI bahkan menggemakan sebuah gerakan yang bernama Pustakawan Bergerak. Ekspektasi yang diinginkan adalah keterlibatan pustakawan dalam rangka memasyarakatkan minat baca dan ikut serta membangun literasi untuk kesejahteraan. Fenomena yang terjadi saat ini adalah partisipasi masyarakat yang begitu besar dalam kegiatan literasi. Partisipasi dari masyarakat itu semakin jelas ditandai dengan lahirnya perpustakaan komunitas dengan beragam nama sebutan, misalnya gubug baca, rumah baca, sudut baca, pojok baca, museum baca, sanggar baca, pos baca dan sebutan lainnya yang sejatinya sebagai bentuk penyediaan bahan bacaan bagi masyarakat. Masyarakat bergerak dengan swadaya, mulai di pelosok desa hingga di perkotaan. Masyarakat atau perorangan yang berinisiatif dengan kegiatan peningkatan minat baca ini dapat didefinisikan sebagai pegiat literasi. Kegiatan yang dilakukan juga tidak hanya terpola pada literasi fungsional atau dasar saja. Mereka aktif dalam memberikan informasi, pengetahuan dan pengalaman tentang seni, budaya, keterampilan tepat guna, permainan tradisional, keterampilan berbahasa dan berkomunikasi, mengadakan forum ilmiah, kajian ilmiah dan memberdayakan masyarakat secara ekonomi, politik dan sosial. Perorangan yang ikut serta dalam kegiatan literasi seperti halnya Kuda Pustaka di Purbalingga, Angkot Pustaka di Bandung, Perpustakaan terapung di Belawan, Tas Ransel di Palangkaraya, Perahu Pustaka di Makassar, Motor Pustaka di Lampung Selatan, Becak Pustaka di Yogyakarta, Bemo Pustaka di Jakarta serta berbagai perorangan lainnya dengan cara masing-masing. Peran yang dilakukan oleh masyarakat tersebut justru sebagian besar telah melaksanakan tugas pokok dan fungsi pustakawan. Seyogyanya pustakawan juga dapat berperan dengan cara berkolaborasi bersama pegiat literasi tersebut. Selain menyampaikan informasi pustakawan dapat berperan menjadi konspetor, mediator, dan motivator dalam kegiatan literasi bersama masyarakat. Salah satu caranya melalui komunitas.References
Alfian, Al Ayubby. (2018). "Peran Taman Bacaan, Problem Sosial dan Literasi Kontekstual". Diakses melalui https://indoprogress.com/2018/03/ peran-tamanbacaan-problem-sosial-dan-literasi-kontekstual tanggal 21 Mei 2018
Aladjai, Erni. (2013). "Pustaka bergerak: pustaka yang bergerak hingga ke pelosok Indonesia". Diakses melalui https://www.goethe.de/ ins/id/id/ kul/ mag/20131534.html tanggal 21 Mei 2018.
Ariastana. (2015). Pustakawan profesional. Diakses melalui https:// ariastana78.wordpress.com/2015/01/13/ pustakawan-profesional.tanggal 21 Mei 2018
Bunanta, Murti. (2004). Buku, mendongeng dan minat membaca. Jakarta: Pustaka Tangga.
Dewi, Hanifah Dwi Ratna. (2006). Coursepack on School/Teacher Librarieanship=kumpulan artikel tentang perpustakaan sekolah/guru pustakawan. Yogyakarta:UIN Sunan Kalijogo.
Evershed, Jane. (2007). "Community-Based Library". Diakses tanggal 21 Mei 2018. https://www.ideaccess.org/main.php?page=cbl#network.
Gong, Gol A dan Agus M. Irkham. (2012). Gempa literasi. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Harefa, Andrias. (2001). Menjadi manusia pembelajar:pemberdayaan diri, transformasi organisasi dan masyarakat lewat proses pembelajaran. Jakarta: Penerbit Harian Kompas.
Hermawan, Rachman. (2006). Etika kepustakawanan:suatu pendekatan terhadap kode etik Pustakawan Indonesia. Jakarta: Sagung Seto.
Kalida, Muhsin. (2010). Strategi kemitraan Taman Bacaan Masyarakat (TBM). Yogyakarta: Mitsaq Pustaka.