Tinjauan Buku: Dekolonisasi Filologi (di) Indonesia

Authors

  • Abimardha Kurniawan Universitas Indonesia, Depok

DOI:

https://doi.org/10.37014/jumantara.v8i1.269

Keywords:

tinjauan buku, dekolonisasi, filologi, kodikologi, resensi buku

Abstract

Dalam sejarahnya, tradisi ilmu filologi yang berkembang di Indonesia—khususnya pada lembaga-lembaga pendidikan tinggi yang memiliki bidang kajian sastra—tidak bisa dilepaskan dari arus besar kolonialisme yang pernah melanda negeri ini. Kaum orientalis kolonial memperkenalkan suatu konsep serta pendekatan yang “asing†untuk memahami bahasa serta tradisi teks masyarakat pribumi di negeri jajahan mereka. Tujuannya jelas. Filologi dijadikan elemen penggerak mesin kekuasaan kolonial dan dikemas dalam sebuah label “misi pemberadabanâ€â€”sebuah idiom yang terdengar begitu agung dan mulia. Dalam kasus Jawa, misalnya, kajian filologi tumbuh subur setelah pecah pemberontakan Diponegoro (1825—1830 AD) yang begitu melelahkan dan berimbas pada kerugian material yang sangat besar bagi pihak kolonial. Filologi menjadi bagian dari “keinsyafan†akan hal itu. Ketika itu pihak kolonial belum memiliki sosok antropolog semacam Christiaan Snouck Hourgronje yang berhasil meredam perlawanan masyarakat Aceh di akhir abad XIX melalui saran-saran ilmiahnya. Mereka sadar, manusialah aspek sentral yang harus dipahami sebelum ideologi kolonial bisa ditanamkan dan kekuasaan mereka bisa diamankan. Dalam hal ini, Belanda termasuk lambat dibanding kompetitornya, yakni Inggris, yang telah mengoperasikan cara semacam itu di wilayah-wilayah koloninya.

Downloads

Published

2019-08-07

Issue

Section

Articles